27.3.09

”KISAH PERAMPOK PADA JAMAN RASULULLAH SAW”

Malam itu ada seorang lelaki hendak merampok. Karena lapar dan belum dan belum mendapat hasil rampokan, ia mencari persinggahan di masjid Rasulullah SAW. Ketika itu Nabi sedang halaqah, mengajarkan nilai-nilai kehidupan. Perampok itu sesungguhnya minder dengan profesinya tersebut ketika harus kumpul dengan halaqah Rasulullah SAW. Ia duduk di pojok. Jauh dari para sahabat nabi yang tengah menyimak nasihat-nasihat Nabi SAW. Ia menyendiri dengan lapar menyelimuti.
Rasulullah SAW bersabda, “man taraka syai-in fii haraamihi naala fii halaalihi… barangsiapa meninggalkan sesuatu dalam kondisi haramnya, niscaya ia mendapatkannya dalam kondisi halal”
Sayup-sayup ia dengar satu nasihat nabi. “man taraka syai-in fii haraamihi naala fii halaalihi… Barangsiapa meninggalkan sesuatu dalam kondisi haramnya, niscaya ia mendapatkannya dalam kondisi halal”.
Karena rasa lapar yang sangat dahsyat, nasihat ini saja yang dapat ia rekam dengan akurat, yang lainnya lewat. Hingga kajian pun ‘tamat’.
Malam semakin larut, rasa laparnya semakin kuat menggerogoti perut. Di tengah sepinya malam ia keluar. Mencari pengganjal perut: “mangsa”. Sebuah rumah pintunya terbuka. Rumah janda muda yang ditinggal mati suaminya. Kesempatan emas di depan mata. Hidangan tersaji seiring rasa lapar yang menggoda. Ia masuki rumah itu dengan mudah.
Saat hendak meraih makanan tersebut, ia tergetar. Pesan Nabi hadir, “man taraka syai-in fii haraamihi naala fii halaalihi.” Meski rasa lapar menggerogoti, ia urungkan diri meraih makanan yang telah tersaji.
Ia berjalan hendak keluar. Ia lihat lemari berisi emas dan perhiasan. Dengan harta itu ia bisa membeli makanan, sehingga berkecukupan, tidak lagi kelaparan. Saat hendak meraih harta dan perhiasan itu, pesan Nabi itu terngiang lagi. “Barangsiapa meninggalkan sesuatu dalam kondisi haramnya, niscaya ia mendapatkannya dalam kondisi halal.” Ia gagalkan diri untuk mengambil perhiasan yang hamper dicuri.
Masih lapar., Ia bergegas keluar, melewati kamar, hatinya tergetar. Melihat janda muda itu tertidur, syahwatnya berkobar. Ia datangi kamar janda itu. Kembali ia gemetar. Tersentak.Tersadar. : “man taraka syai-in fii haraamihi naala fii halaalihi.”
Takut. Lapar. Gemetar. Ia kembali ke masjid Nabi, beristighfar. Subuh datang. Ia tetap di masjid dalam keadaan takut dan gemetar serta menahan rasa lapar.
Pagi hari. Seorang wanita mengahadap Nabi. Ia ceritakan bahwa tadi malam seseorang menyatroni rumahnya hendak merampok. Tapi orang itu pergi begitu saja.Wanita itu minta kepada Nabi untuk dicarikan suami, laki-laki sholeh dan siap melindungi.
Nabi pun mencari siapa yang bersedia menjadi pendamping janda ini. Nabi ditunjukkan pada seorang laki-laki yang sedang sendiri. Perampok yang kelaparan tadi. Nabi menawari. Laki-laki itu menyanggupi. Pernikahan terjadi.
Pesan Nabi kembali hadir. , “man taraka syai-in fii haraamihi naala fii halaalihi. Barangsiapa meninggalkan sesuatu dalam kondisi haramnya, niscaya ia mendapatkannya dalam kondisi halal”. terbukti. Ia kini halal makan makanan yang semalam haram baginya. Halal memiliki harta dan perhiasan wanita yang kini jadi istrinya, dan janda itupun sekarang halal baginya.

Begitu sebuah hikmah bicara. Kisah hidup kita barangkali biasa saja.datar. Menjadi luar biasa ketika kita cerdas memahaminya. Ada yang begitu mudah untuk berubah. Cukup satu malam. bahkan bisa lebih cepat dari itu. tak perlu mengulur waktu. Kuncinya: Keyakinan. Keyakinan untuk merespon perubahan. Seperti lelaki perampok itu. ia begitu yakin dengan titah Nabinya. Ia begitu yakin. Keyakinan itu begitu kuat. mengakar. Mendasar. Memberi spirit dan motivasi yang besar.
Ketika setan membisikan untuk melakukan suatu kemaksiatan, maka sadari, istighfar, buang jauh-jauh bisikan yang setan ‘kompori’, yakinkan hati bahwa perbuatan itu merusak harga diri dihadapan Allah rabbul ‘izzati.
Tinggalkan yang haram, yakinkan, bahwa Allah akan memberi kenikmatan yang lebih membahagiakan ketimbang nafsu setan .

Tidak ada komentar: